Syarat Membuat Akta Kelahiran Anak Diluar Nikah / Zina

Pergaulan Bebas dan liar membuat Anak dilahirkan diluar Nikah / Kawin / Zina. Dimana membuat Syarat akta kelahiran menjadi Ribet.

2017-10-30 10.31.1339480.0 / 0

Perkiraan artikel ini membutuhkan Menit dengan membaca Kata.

Dizaman Now, banyak anak muda-mudi yang sekarang bebas bergaul. Bercampur aduk seperti Es campur dimana Pria, Wanita, Banci / Waria, Tomboy dan sebaginya bercampur dan tidak memperdulikan lagi hukum yang berlaku. Yang mereka lakukan hanya sebuah kesenangan disiang hari maupun di malam hari bebas bergaul.

Banyaknya Orang tua yang memperbolehkan anak mereka berkeliaran pada malam hari adapun sampai pagi hari baru pulang. Orang tua yang mengijinkan anaknya Pacaran, berarti orang tua tersebut sudah mendapatkan 1 tiket atau lebih untuk menuju ke Neraka. Kenapa saya bilang begitu ?

Menurut saya Orang tua yang mengijinkan melakukan perbuatan tersebut, Pertama Melanggar Hukum menyentuh yang bukan mahram, Mendekati Zina, dan Fitnah lainya. Orang tua harusnya bertanggung jawab dengan hal ini. Tetapi apabila orang tua sudah memperingati dan tidak mengijinkan hanya saja anak tersebut yang bandel maka anak tersebut sudah menjadi anak DURHAKA.

Allahh Ta’ala dalam beberapa ayat telah menerangkan jangan mendekati zina dan menganggapnya sebagai perbuatan yang sangat buruk. Allah Ta’ala berfirman,

وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا

“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.” (QS. Al Isro’: 32)

Dalam ayat lainnya, Allah Ta’ala berfirman,

وَالَّذِينَ لَا يَدْعُونَ مَعَ اللَّهِ إِلَهًا آَخَرَ وَلَا يَقْتُلُونَ النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ وَلَا يَزْنُونَ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ يَلْقَ أَثَامًا

“Dan orang-orang yang tidak menyembah tuhan yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina, barang siapa yang melakukan yang demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa(nya).” (QS. Al Furqon: 68).

Artinya, orang yang melakukan salah satu dosa yang disebutkan dalam ayat ini akan mendapatkan siksa dari perbuatan dosa yang ia lakukan.

Lebih-lebih ketika lembaga berwenang di tempat Indonesia melegalkan pernikahan antara wanita hamil dengan lelaki yang menghamilinya di luar nikah. Keputusan ini membuka peluang besar bagi para pemuja syahwat untuk menyalurkan hasrat binatangnya atas nama ‘cinta’, ya cinta. Zina dilakukan atas prinsip mau sama mau, suka sama suka, sehingga tidak ada pihak –secara ‘hukum’ masyarakat– yang berada pada posisi dirugikan. Semoga Hukum Negara kita menjadi lebih baik lagi.

Disini kita mendikusikan masalah Perzinahan dikalangan Muda mudi terlebih dahulu dan Mengetahui hukum Zina yang mungkin mereka sudah tau tapi mengabaikanya.
 

HUKUM ZINA

Bagi lelaki, karena adanya aturan seperti itu merupakan kesempatan besar untuk menyalurkan nafsu binatangnya. Tinggal pihak wanitanya, apakah dia rela membuka pintu ataukah tidak. Ingat, karena tidak ada unsur paksaan di sana. Sehingga, kuncinya ada pada pemilik pintu. Karena itulah, ketika Allah menjelaskan hukum bagi para pezina, Allah mendahulukan penyebutan zaniyah (pezina wanita). Allah berfirman,

الزَّانِيَةُ وَالزَّانِي فَاجْلِدُوا كُلَّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا مِائَةَ جَلْدَةٍ وَلَا تَأْخُذْكُمْ بِهِمَا رَأْفَةٌ فِي دِينِ اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَلْيَشْهَدْ عَذَابَهُمَا طَائِفَةٌ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ

“Perempuan pezina dan laki-laki pezina, cambuklah masing-masing dari keduanya seratus kali pukulan, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman.” (QS. An-Nur: 2)

Al-Qurthubi mengatakan, “Kata “zaniyah” (wanita pezina) lebih didahulukan dalam ayat di atas karena aib perzina itu lebih melekat pada diri wanita. Mengingat mereka seharusnya lebih tertutup dan berusaha menjaga diri, maka para wanita pezina disebutkan lebih awal sebagai bentuk peringatan keras dan perhatian besar bagi mereka.” (Al-Jami’ Li Ahkam Al-Quran, 12: 160)

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا زَنَى الرَّجُلُ خَرَجَ مِنْهُ الإِيمَانُ كَانَ عَلَيْهِ كَالظُّلَّةِ فَإِذَا انْقَطَعَ رَجَعَ إِلَيْهِ الإِيمَانُ

“Jika seseorang itu berzina, maka iman itu keluar dari dirinya seakan-akan dirinya sedang diliputi oleh gumpalan awan (di atas kepalanya). Jika dia lepas dari zina, maka iman itu akan kembali padanya.”
 

HUKUM MENIKAHI WANITA HAMIL KARENA ZINA

Mengenai hukum menikahi wanita yang telah dizinai, maka ada perbedaan pendapat di antara para ulama. Sebagian ulama mengatakan bahwa menikahi wanita tersebut dinilai sah. Sebagian ulama lainnya melarang hal ini. Di antara ulama yang melarangnya adalah Imam Ahmad. Pendapat ini didukung kuat dengan firman Allah Ta’ala,

الزَّانِي لَا يَنْكِحُ إِلَّا زَانِيَةً أَوْ مُشْرِكَةً وَالزَّانِيَةُ لَا يَنْكِحُهَا إِلَّا زَانٍ أَوْ مُشْرِكٌ وَحُرِّمَ ذَلِكَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ

“Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas oran-orang yang mukmin.” (QS. An Nur: 3)

Jika seseorang mengetahui bahwa wanita tersebut adalah wanita yang telah dizinai, maka ia boleh menikahi dirinya jika memenuhi dua syarat:

Pertama: Yang berzina tersebut bertaubat dengan sesungguhnya pada Allah Ta’ala.

Kedua: Istibro’ (membuktikan kosongnya rahim).

Jika dua syarat ini telah terpenuhi, maka wanita tersebut baru boleh dinikahi. Dalil yang mengharuskan adanya istibro’ adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

لاَ تُوطَأُ حَامِلٌ حَتَّى تَضَعَ وَلاَ غَيْرُ ذَاتِ حَمْلٍ حَتَّى تَحِيضَ حَيْضَةً

“Wanita hamil tidaklah disetubuhi hingga ia melahirkan dan wanita yang tidak hamil istibro’nya (membuktikan kosongnya rahim) sampai satu kali haidh.”[3][4]

Ringkasnya, menikahi wanita yang telah dizinai jika wanita tersebut betul-betul telah bertaubat pada Allah dan telah melakukan istibro’ (membuktikan kosongnya rahim dari mani hasil zina), maka ketika dua syarat ini terpenuhi boleh menikahi dirinya dengan tujuan apa pun. Jika tidak terpenuhi dua syarat ini, maka tidak boleh menikahinya walaupun  dengan maksud untuk menutupi aibnya di masyarakat. Wallahu a’lam.[5] –Demikian Fatwa Asy Syabkah Al Islamiyah-.

Jadi intinya tidak boleh menikahi wanita saat hamil kecuali sudah melahirkan atau didalam rahim wanita tersebut kosong dari mani hasil zina.
 

BAGAIMANA STATUS ANAK HASIL ZINA ?

Adapun nasab anak, ia dinasabkan kepada ibunya, bukan pada bapaknya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

الْوَلَدُ لِلْفِرَاشِ وَلِلْعَاهِرِ الْحَجَرُ

“Anak dinasabkan kepada pemilik ranjang. Sedangkan laki-laki yang menzinai hanya akan mendapatkan kerugian.”

Firasy adalah ranjang dan di sini maksudnya adalah si istri yang pernah digauli suaminya atau budak wanita yang telah digauli tuannya, keduanya dinamakan firasy karena si suami atau si tuan menggaulinya atau tidur bersamanya. Sedangkan makna hadits tersebut yakni anak itu dinasabkan kepada pemilik firasy. Namun karena si pezina itu bukan suami maka anaknya tidak dinasabkan kepadanya dan dia hanya mendapatkan kekecewaan dan penyesalan saja.

Anak zina pada asalnya dinasabkan kepada ibunya sebagaimana nasib anak mulâ’anah yang dinasabkan kepada ibunya, bukan ke bapaknya. Sebab, nasab kedua anak ini terputus dari sisi bapak. Nabi Shallallahu’alaihi wa Sallam menyatakan tentang anak zina:

ِلأَهْلِ أُمِّهِ مَنْ كَانُوا

(Anak itu) untuk keluarga ibunya yang masih ada…

Beliau Shallallahu’alaihi wa Sallam juga menasabkan anak mulâ’anah kepada ibunya. Ibnu Umar Radhiyallahu anhu pernah menuturkan:

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لاَعَنَ بَيْنَ رَجُلٍ وَامْرَأَتِهِ ، فَانْتَفَى مِنْ وَلَدِهَا ، فَفَرَّقَ بَيْنَهُمَا ، وَاَلْحَقَ الْوَلَدَ باِلْمَرْأَةِ

Nabi Shallallahu’alaihi wa Sallam mengadakan mulâ’anah antara seorang lelaki dengan istrinya. Lalu lelaki itu mengingkari anaknya tersebut dan Nabi Shallallahu’alaihi wa Sallam memisahkan keduanya dan menasabkan anak tersebut kepada ibunya.

Imam Ibnul Qayyim rahimahullah ketika menjelaskan konsekuensi hukum dari sebuah mula’aanah antara seorang suami dengan istrinya menyatakan: “Hukum keenam adalah terputusnya nasab anak dari sisi sang bapak. Karena Rasulullah Shallallahu’alaihi wa Sallammenetapkan untuk tidak dipanggil anak tersebut dengan nasab bapak. Inilah yang benar dan merupakan pendapat mayoritas Ulama”.

Syaikh Mushthafâ al’Adawi hafizhahullah mengatakan : “Inilah pendapat mayoritas ulama, nasab anak tersebut terputus dari sisi bapaknya. Sebab, Rasulullah Shallallahu’alaihi wa Sallammenetapkan agar tidak dinasabkan kepada bapaknya. Inilah pendapat yang benar”
.
Senada dengan pendapat di atas, Syaikh Muhammad bin Shâlih al-Utsaimîn rahimahullah mengatakan: “Anak zina diciptakan dari sperma tanpa pernikahan. Maka dia tidak dinasabkan kepada seorang pun, baik kepada lelaki yang menzinainya atau suami wanita tersebut apabila ia bersuami. Alasannya, ia tidak memiliki bapak yang syar’i (melalui pernikahan yang sah, red)”.

Tidak ada hubungan saling mewarisi.
Tidak ada hubungan saling mewarisi antara bapak biologis dengan anak hasil zina. Karena sebagaimana ditegaskan sebelumnya, bapak biologis bukan bapaknya. Memaksakan diri untuk meminta warisan, statusnya merampas harta yang bukan haknya. Bahkan hal ini telah ditegaskan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebagaimana disebutkan dalam beberapa hadis, di antaranya:

Abdullah bin Amr bin Ash mengatakan, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi keputusan bahwa anak dari hasil hubungan dengan budak yang tidak dia miliki, atau hasil zina dengan wanita merdeka TIDAK dinasabkan ke bapak biologisnya dan tidak mewarisinya… (HR. Ahmad, Abu Daud, dihasankan Al-Albani serta Syuaib Al-Arnauth).

Jika bapak biologis ingin memberikan bagian hartanya kepada anak biologisnya, ini bisa dilakukan melalu wasiat. Si Bapak bisa menuliskan wasiat, bahwa si A (anak biologisnya) diberi jatah sekian dari total hartanya setelah si Bapak meninggal. Karena wasiat boleh diberikan kepada selain ahli waris.

Siapakah wali nikahnya?
Tidak ada wali nikah, kecuali dari jalur laki-laki. Anak perempuan dari hasil hubungan zina tidak memiliki bapak. Bapak biologis bukanlah bapaknya. Dengan demikian, dia memliki hubungan kekeluargaan dari pihak bapak biologis. Bapak biologis, kakek, maupun paman dari bapak biologis, tidak berhak menjadi wali. Karena mereka bukan paman maupun kakeknya. Lalu siapakah wali nikahnya? Orang yang mungkin bisa menjadi wali nikahnya adalah
a. Anak laki-laki ke bawah, jika dia janda yang sudah memiliki anak.
b. Hakim (pejabat resmi KUA).
Allahu a’lam

INTINYA ANAK HASIL ZINA tidak dinasabkan ke BAPAKNYA atau PRIA BERZINA menghasilkan ANAK TERSEBUT.

SUNGGUH SANGAT RUGI BAGI PASANGAN YANG BERZINA. DAN SEGERALAH BERTOBAT.

Sumber Referensi :

 

BAGAIMANA SYARAT MEMBUAT AKTA KELAHIRAN ANAK DILUAR NIKAH / ZINA?

Di Negara Indonesia mengenai perkawinan sudah diatur dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan ( UU Perkawinan ). Dalam Pasal 2 ayat (1) UU Perkawinan menyebutkan:
“Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu.”

Untuk lebih lanjut diatur bahwa memiliki kewajiban untuk setiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sebagaimana dijelaskan oleh Liza Elfitri, S.H., M.H. dalam artikel Persoalan Kawin Siri dan Perzinahan, perkawinan dicatatkan guna mendapatkan akta perkawinan. Akta perkawinan adalah bukti telah terjadinya/berlangsungnya perkawinan, bukan yang menentukan sah tidaknya perkawinan.

Nikah siri di dalam masyarakat biasa diartikan dengan;

Pertama; Pernikahan tanpa wali. Pernikahan semacam ini dilakukan secara rahasia (siri) dikarenakan pihak wali perempuan tidak setuju; atau karena menganggap sah pernikahan tanpa wali; atau hanya karena ingin memuaskan nafsu syahwat belaka tanpa mengindahkan lagi ketentuan-ketentuan syariat;

Kedua, pernikahan yang sah secara agama (memenuhi ketentuan syarat dan rukun nikah/kawin) namun tidak dicatatkan pada kantor pegawai pencatat nikah (KUA bagi yang beragama Islam, Kantor Catatan Sipil bagi yang Non-Islam).

Ketiga, pernikahan yang dirahasiakan karena pertimbangan-pertimbangan tertentu; misalnya karena takut mendapatkan stigma negatif dari masyarakat yang terlanjur menganggap tabu pernikahan siri; atau karena pertimbangan-pertimbangan rumit yang memaksa seseorang untuk merahasiakan pernikahannya.

Seperti sudah dituliskan sebelumnya menyebutkan yang di atur dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan ( UU Perkawinan ). Dalam Pasal 2 ayat (1) UU Perkawinan.

Jadi perkawinan adalah sah bila telah dilakukan menurut hukum agama dan kepercayaan pasangan yang kawin. Pasal ini menempatkan hukum agama dan kepercayaan adalah hal yang paling utama dalam perkawinan, dan secara implisit tidak ada larangan oleh Negara terhadap nikah siri.

Apabila didalam Hukum Agama tidak memperbolehkan maka nikah tersebut tidak sah, seperti di Poin Pertama di Nikah Siri Tanpa Wali atau tidak persutujuan di Pihak wali perempuan, Atau Seperti Nikah Sesama Jenis, atau Menikahi Wanita yang sudah mempunyai Suami, atau Menikahi Wanita Yang Sedang hamil atas perzinaan.

Jadi Melakukan Akad Nikah Seperti disebutkan sebelumnya diatas. Jadi intinya tidak boleh menikahi wanita saat hamil kecuali sudah melahirkan atau didalam rahim wanita tersebut kosong dari mani hasil zina. Sebaiknya melakukan Pernikahan Sesudah Wanita Itu Suci dari nifas.
 

PERSYARATAN MEMBUAT AKTA KELAHIRAN ANAK DILUAR KAWNI / NIKAH / ZINA

Persyaratan untuk mengurus pembuatan akta kelahiran pada umumnya adalah sebagai berikut:[3]

  • Surat kelahiran dari Dokter/Bidan/Penolong Kelahiran;
  • Nama dan Identitas saksi kelahiran;
  • Kartu Tanda Penduduk Ibu;
  • Kartu Keluarga Ibu;
  • Kutipan Akta Nikah/Akta Perkawinan orang tua.

Dalam hal pelaporan kelahiran tidak disertai kutipan akta nikah/akta perkawinan orang tua, pencatatan kelahiran tetap dilaksanakan.[4]

Anak yang lahir di luar perkawinan tentu tidak dapat menyertakan kutipan akta nikah/akta perkawinan orang tua. Akan tetapi, berdasarkan ketentuan di atas, pencatatan kelahiran tetap dapat dilaksanakan. Yang berarti tata cara memperoleh (kutipan) akta kelahiran untuk anak luar kawin pada dasarnya sama saja dengan tata cara memperoleh akta kelahiran pada umumnya.

TATA CARA PENGURUSAN

1. Apabila pencatatan hendak dilakukan di tempat domisili ibu si anak, pemohon mengisi Formulir Surat Keterangan Kelahiran dengan menunjukkan persyaratan-persyaratan di atas kepada Petugas Registrasi di kantor Desa atau Kelurahan.

2. Formulir tersebut ditandatangani oleh pemohon dan diketahui oleh Kepala Desa atau Lurah.

3. Kepala Desa atau Lurah yang akan melanjutkan formulir tersebut ke Unit Pelaksana Teknis Dinas (“UPTD”) Instansi Pelaksana untuk diterbitkan Kutipan Akta Kelahiran atau ke kecamatan untuk meneruskan Formulir Surat Keterangan Kelahiran kepada Instansi Pelaksana jika UPTD Instansi Pelaksana tidak ada.

4. Pejabat Pencatatan Sipil pada Instansi Pelaksana/UPTD Instansi Pelaksana akan mencatat dalam Register Akta Kelahiran dan menerbitkan Kutipan Akta Kelahiran dan menyampaikan kepada Kepala Desa/Lurah atau kepada pemohon.

5. Apabila pencatatan hendak dilakukan di luar tempat domisili ibu si anak, pemohon mengisi Formulir Surat Keterangan Kelahiran dengan menyerahkan surat kelahiran dari dokter, bidan atau penolong kelahiran dan menunjukkan KTP ibunya kepada Instansi Pelaksana.

6. Pejabat Pencatatan Sipil pada Instansi pelaksana mencatat dalam Register Akta Kelahiran dan menerbitkan Kutipan Akta Kelahiran.

Sebagai informasi Tambahan, jika ingin mencantumkan nama ayahnya juga dalam akta kelahiran, diperlukan penetapan pengadilan sebagai bentuk pengakuan anak tersebut oleh ayahnya.

Mungkin Di tiap daerah berbeda-beda Melakukan Tata Cara Akta Kelahiran dari Sumber di atas. Segera tanyakan kepada saudara yang mengetahui hal tersebut. Adapun apabila kelengkapan seperti Buku nikah sudah memiliki, Kartu keluarga dan Dokumen lainya mungkin artikel ini juga bisa memberi Petunjuk : Cara Mengurus pembuatan Akta Kelahiran Gratis Terbaru.

Semoga Artikel (Syarat Membuat Akta Kelahiran Anak Diluar Nikah / Zina) ini bermanfaat. Apabila ada perkataan yang salah mohon dimaafkan dan beri tau di komentar agar saya bisa memperbaiki artikel tersebut.

nikah, kawin, Zina

Punya Masalah

Silahkan tuangkan masalah ada disini

Buat Diskusi Forum Komentar dibawah
Back to Top